Skip to content

Tentang Profesi tanpa Pensiun Bernama Ibu

Kemarin saya dikerjain anipchan! Jadi ceritanya dia nyodorin selembar kertas kosong dan minta saya tanda tangan di bagian bawah. Alasannya ingin lihat tanda tangan mamanya. Eh begitu saya selesai tanda tangan, anipchan buru-buru melengkapi kertas tadi dengan segudang “persetujuan” dari mulai setuju mijitin setiap mau tidur, setuju nemenin main tebak-tebakan, dan sebagainya. Setelah sejibun “setuju” itu, ngga lupa dia tambahin kata-kata: “Silakan tanda tangan di (tanda panah) kalau anda setuju” tepat di atas tanda tangan saya! Waah bisa aja nih haha.

Ngga terasa memang dia semakin besar aja. Level triknya juga ikutan naik, dan belakangan ini dia sering godain saya. Kalo sudah begitu biasanya saya langsung ambil henpon dan nulis semua tingkahnya. Tapi akhir-akhir saya merasa kok kayaknya udah ngga lucu lagi ya nulis yang seperti ini. Soalnya anipchan udah besar…semakin besar saya semakin bingung mau cerita apa tentang anipchan :p

Padahal…baru saya sadar, sama seperti kasih sayang, belajar jadi orang tua pun sepanjang masa. Waktu anak masih kecil, kita ngga pernah absen dari yang namanya amazed saat anak baru belajar berjalan, berkata-kata, meniru kita, bahkan ngerjain kita! Lalu saat anak mulai sekolah, sepertinya rasa campur aduk menghadapi segala dinamika sekolahan belum lagi usai ketika tiba-tiba anak kita tumbuh jadi orang dewasa kecil yang ngga lagi bisa di-bebenjo-in, dikasih jawaban-jawaban seadanya.

Bahkan…saat adik saya beranjak menuju hidup baru bersama gadis pilihannya, saya begitu amazed melihat dia membuat ibu saya menitik air mata haru mendengarkan permohonannya itu. Saya yang dulu sering dijadikan ibu pengganti olehnya pun ngga bisa ngga ikut surprise melihat betapa anak kecil manja yang dulu suka (sok) saya jaga itu sekarang bisa dengan mantap menata hidup dan berprinsip demikian rupa. Maka ibu saya pun belajar menghargai setiap keputusannya, belajar bertanya sebelum membagi cerita tentangnya pada sanak saudara.
Begitulah, bahkan saat kita merasa anak sudah akan lepas dari pandang, ngga pernah ada kata berhenti belajar, berhenti takjub atas setiap pertumbuhannya.

Lalu saya juga ingat, bagaimana saya yang sudah ibu-ibu ini masih selalu membuat ibu geleng-geleng karena tingkah saya. Menangis saat saya menghiburnya dengan kata-kata yang (lagi-lagi sok) dewasa. Bahkan ketika usia ibu saya sudah lebih separuh abad, beliau masih terus belajar menjadi orang tua. Err…tambah lagi ada cucu cerdik bernama anip ini sih :p

Ngga mudah ya jadi orang tua, ibu terutama. Tapi waktu mengantar anak menuju gerbang kehidupan sesungguhnya, menatapnya lambat laun menjejak langkah dengan mantap di jalannya sendiri…saya rasa ngga akan ada yang pernah bisa menggantikannya. So it’s all worth it in the end. Being a mom is the greatest gift (and test) God has ever given us.
Dan sejauh saya menikmati peran saya sebagai ibu, saya ngga pernah habis kagum pada ibu-ibu hebat di luar sana. Yang mengorbankan banyak hal untuk anak-anak yang ia sayangi, tanpa pernah merasa berkorban sama sekali. I’m so lucky, so grateful that my mom is one of them. Selamat hari ibu dear mom, mama, bunda, ambu, umi, dan semua ibu dimanapun berada 🙂