Skip to content

Merah, putih, dan Dia

RLWC (14/07/12)
tema: parodi dari kesialan yang ketika diingat kembali terasa lucu

T-shirt merah, vest putih dan denim skirt. 3 item yang akhirnya terpilih membalut tubuh delapan belasanku. Tahun maksudnya. Masih berkutat dengan dosen, geng cewek dan sejuta atribut kuliah lain. Termasuk atribut hati.

Hari itu ada beberapa jadwal kuliah yang bersilangan dengan sang pangeran hati nun jauh di mata. Tak boleh telat, itu pasti. Tapi..terlihat cantik, itu absolut. Jadi..merah putih dan rok yang tumben-tumbennya kupakai. supaya manis.

Setengah jam sebelum kuliah mulai, dia belum nampak. Padahal sudah sejam aku menjaga posisi duduk supaya ketika dia datang penampilanku flawless..

5menit, 10 menit..tak tahan. Akhirnya..aku memutuskan turun ke kantin, ketemu di kelas juga gak apa deh, pikirku. Setelah ribut membujuk teman untuk ikut, aku bergegas menuruni tangga.

Namanya perempuan, kalikan dua. Mana bisa diam. Sambil jalan kita ribut bercerita. Baru sampai anak tangga kelima, temanku mengerling. Instingku bergerak cepat saat aku melihat dia naik di tangga yang sama. Berdua temannya. Sontak kaki berhenti bergerak, tubuh setengah lumpuh..tapi ingat harus tampak natural, natural itu syarat absolut lainnya.

Mau tak mau harus maju lagi. Tapiii sedetik sebelum kami bersinggungan, matanya yang tajam menoleh ke arahku. Langsung menghujam tepat di ujung syaraf gerakku. Dan belum sempat aku berkelit, kakiku sudah menyandung kembarannya sendiri.

Brukk!! Tubuhku terpelanting ke lantai dasar. Ouch! Belum sempat kurasa sakit..puluhan suara tawa sudah menggema di ruangan itu. Meneror syaraf maluku. Dan sesaat sebelum aku benar-benar bangun, kurasakan sensasi lain..dingin dibawah tubuhku. Aiih..ternyata rok denimku tersingkap cukup lebar. Dan..dan…dan dia..dia yang paling keras menertawakanku.

Pernah membayangkan gelapnya dasar bumi? Hangatnya cairan lava dibawah sana? Ke sanalah aku ingin pergi hari itu..

Apa daya, aku hanya bisa berlari. Sekuat cheetah berlari..cepat sembunyi di balik bilik-bilik kamar mandi. Dan tidak keluar hingga petang.

3 tahun kemudian..ketika kuingat hari itu, ada 2 hal yang kudapat sebagai hadiah darinya.
1. Nilai c utk mata kuliah dosen killer hari itu
2. Sebuah spotlight di otak sang pangeran yang jadi selalu ingat padaku

dan kini jd suamiku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *